BAB
I
PENDUHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri tahu merupakan
industri kecil yang banyak tersebar di kota dan di pedesaan. Tahu adalah
makanan padat yang dicetak dari sari kedelai dengan proses pengendapan protein.
Dalam proses pembuatan tahu relatif sederhana, namun selain produk yang
diinginkan juga menghasilkan produk sampingan yang tidak diinginkan oleh
produsen yaitu limbah.
Limbah yang dihasilkan
dalam proses pembuatan tahu diantaranya adalah limbah cair, limbah padat, dan
limbah gas. Pengolahan limbah padat, cair, dan gas masih belum optimum, bahkan
sering langsung dibuang ke lingkungan oleh produsen tahu, sehingga menimbulkan
permasalahan baru yang memerlukan pemikiran, tenaga, dan biaya yang banyak
untuk pengelolaannya. Industri tahu saat ini sudah menjamur di Indonesia, dan
umumnya masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat
efisiensi penggunaan air dan bahan baku masih rendah dan tingkat produksi
limbah juga relatif tinggi (Kaswinarni, 2007).
Limbah cair tahu
merupakan limbah yang paling dominan dihasilkan dalam proses pembuatan tahu
karena dalam proses pembuatan tahu membutuhkan banyak air untuk memperoleh
produk utama yang diinginkan. Limbah cair tahu jika dimanfaatkan secara optimal
oleh masyarakat, maka akan menjadi sumber penghasilan tambahan, karena di dalam
limbah cair tahu masih ada kandungan protein, lemak, dan karbohidrat. Beberapa
media seperti ITS Digital Library pada tanggal 3 April 2010 mencantumkan
bahwa jumlah limbah cair yang di hasilkan dari proses produksi tahu di
Indonesia setiap tahunnya kurang lebih dari 20 juta meter kubik yang berpotensi
mencemari lingkungan. Jumlah produsen tahu diprediksi sebanyak kurang lebih
84,000 unit usaha dengan jumlah kedelai yang dibutuhkan pertahunnya sebanyak
2,56 juta ton.
|
Nata de Soya dari
limbah cair tahu memang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini
disebabkan karena masyarakat beranggapan bahwa limbah cair tahu tidak bisa
dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berharga atau bermanfaat. Nata de Soya kaya
serat yang baik untuk dikonsumsi masyarakat. Selain kaya serat, Pengolahan
limbah cair tahu menjadi Nata de Soya dapat memberikan peluang usaha
kepada masyarakat sekitar pabrik tahu serta dapat mengurangi dampak pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh limbah cair tahu tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi
masalah yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah
ada perbedaan kandungan protein Nata de Soya dari limbah cair tahu
dengan perlakuan penambahan bakteri Acetobacter xylinum dan air rebusan
kecambah kacang tanah berdasarkan volume yang diberikan?
2. Bagaimana
perbedaan ketebalan dan berat Nata yang dihasilkan dari limbah cair tahu
dengan perlakuan penambahan bakteri Acetobacter xylinum dan air rebusan
kecambah kacang tanah berdasarkan volume yang di berikan ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui perbedaan kandungan protein Nata de Soya dari limbah cair
tahu dengan perlakuan penambahan bakteri Acetobacter xylinum dan air
rebusan kecambah kacang tanah berdasarkan volume yang diberikan.
2. Untuk
mengetahui perbedaan ketebalan dan berat Nata yang dihasilkan dari
limbah cair tahu dengan perlakuan penambahan bakteri Acetobakter xylinum dan
air rebusan kecambah kacang tanah berdasarkan volume yang diberikan.
Penelitian ini
diharapkan dapat Bermanfaat antara lain:
1.
Manfaat teoritis
a. Dari
informasi yang diperoleh melalui penelitian ini, dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan khususnya di bidang lingkungan (pengolahan limbah).
b. Hasil
penelitian ini sebagai referensi bagi penelitian berikutnya tentang lingkungan
hidup, khususnya pemanfaatan pencemar limbah cair industri
kecil
tahu.
2.
Manfaat Praktis
a. Dari
hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi
peneliti untuk studi banding pada masa-masa yang akan datang.
b. Dapat
memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi pemilik dan pekerja
pabrik tahu, mengenai pemanfaatan limbah cair pabrik tahu untuk meminimalkan
risiko lingkungan.
c. Dapat
memberikan penghasilan tambahan kepada produsen tahu pada khususnya dan
masyarakat sekitar pabrik tahu pada umumnya.
1.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian uji
kandungan protein Nata de Soya dari limbah cair tahu dan air kecambah
kacang tanah dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum adalah
sebagai berikut:
|
|
||||||||
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Penelitian
1.5 Hipotesis
Hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
1.
Ada pengaruh perbedaan kandungan protein Nata de Soya yang dihasilkan
dari
limbah cair tahu dengan perlakuan penambahan bakteri Acetobacter
xylinum
dan
air rebusan kecambah kacang tanah berdasarkan volume yang
diberikan.
2.
Ada
Pengaruh perbedaan ketebalan dan berat Nata de Soya yang
dihasilkan
dari limbah cair tahu dengan perlakuan penambahan bakteri
Acetobacter
xylinum dan air rebusan kecambah kacang tanah berdasarkan
volume yang diberikan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Nata Soya
Nata de soya atau
sari nata kedelai adalah sejenis makanan dalam bentuk nata, padat, putih dan
transparan, merupakan makanan penyegar dan pencuci mulut, yang dapat dicampur
dengan fruit cocktail, es cream atau cukup ditambah sirup saja. Nata de Soya
dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinium yang merupakan bakteri
asam asetat bersifat aerobe, pada media cair dapat membentuk lapisan yang dapat
mencapai ketebalan beberapa centimeter, kenyal, putih dan lebih lembut
dibandingkan Nata de Coco.
(Djoko Winarto, 2002, IndoNext.comHome).
Proses pembuatan nata de soya, sama dengan pembuatan nata de coco tetapi hanya
mengganti bahan utama cairan yang biasanya memakai air kelapa dengan air limbah
pembuatan tahu. Nata yang baik berwarna putih, struktur kuat, tidak mudah hancur,
penampilan mengkilat dan tidak mudah lengket, bebas asam dan basa, ukuran
pemotongan tidak harus seragam, permukaan halus.
Nata de Soya merupakan
serat yang diproduksi oleh bakteri asam asetat pada substrat air sisa pembuatan
tahu atau tempe. Kelebihan serat dari nata de soya adalah selain biaya
produksinya rendah, komponen utama serat tersebut adalah selulosa murni
sehingga mudah untuk diisolasi. Serat nata de soya tidak mengandung fitat yang
terdapat pada kedele sehingga cocok untuk digunakan sebagai produk dietary
supplement, karena fitat dapat mengganggu proses penyerapan mineral dan vitamin
dalam usus. Serat nata de soya dapat mencegah atherosklerosis, penyumbatan
pembuluh darah yang merupakan penyebab terjadinya serangan penyakit stroke.
Menurut Suyanto P, Direktur Teknologi Bioindustri BPPT, temuan BPPT nata de
soya diketahui sangat baik untuk pencernaan dan baik bagi penderita kolesterol tinggi
disamping baik pula untuk diet.
|
2.2
Limbah
Tahu
a.
Pengertian Limbah Tahu
Tahu berasal dari
daratan Cina pada tahun 164 SM. Tahu ditemukan oleh Lord Liu An dari Huai-nan
(Mbrio-food.com, 2014).
Tahu memiliki berbagai
macam kandungan gizi, antara lain protein. Kualitas protein tahu hampir sama
dengan daging dan susu. Masalah tersebut diperlukan pengembangan teknologi yang
mengedepankan aspek nilai tambah bagi pengusaha. Polutan di dalam limbah cair
tahu terdiri atas air 90,74%, protein 1,8%, lemak 1,2%, serat kasar 7,36% dan
abu 0,32% (Trismilah, 2001).
Syaf (2007) mengatakan
bahwa tahu merupakan produk makanan yang terbuat dari bahan kedelai dan sumber
makanan yang dapat diperoleh dengan harga murah serta kandungan protein tinggi.
Bagi penduduk dunia, terutama bagi orang asia, merupakan makanan yang umum. Ada
beberapa perbedaan proses yang digunakan dalam pembuatan tahu di daerah satu
dengan daerah lainnya, tetapi pada umumnya proses pembuatan hampir sama, akan
tetapi disamping produk tahu yang diinginkan juga dihasilkan produk sampingan
yang tidak
diinginkan yaitu
limbah.
Limbah organik yang
berasal dari aktivitas rumah tangga sebenarnya tidak berbahaya sehingga lebih
mudah ditangani dari pada limbah cair dan padat yang mengandung bahan berbahaya
dari pabrik (Hindersah, 2011). Kandungan bahan organik limbah cair tahu umumnya
terdiri atas protein kurang lebih 65%, lemak kurang lebih 25%, dan karbohidrat
kurang lebih 25%.
Sri (2011) mengatakan
bahwa tingginya kandungan bahan-bahan organik, rendahnya kandungan oksigen
terlarut, bau busuk, dan pH yang rendah dalam limbah cair tahu, selanjutnya
dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, baik air, udara maupun
tanah, serta dapat menimbulkan berbagai masalah sanitasi dan kesehatan
masyarakat.
Limbah industri tahu
terdiri dari limbah cair dan padat serta gas. Dari jenis limbah yang dihasilkan
tersebut, limbah cair merupakanbagian terbesar dan berpotensi mencemari
lingkungan (Pohan, 2008).
b.
Jenis Limbah Tahu
Jenis limbah yang
dihasilkan oleh industri tahu berupa padatan (kering dan basah) dan cairan (whey).
1. Limbah padat kering
Limbah padat kering dari usaha pembuatan tahu,
umumnya terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
a. Kotoran yang tercampur dalam kedelai,
misalnya: krikil, kulit, dan batang kedelai, serta kedelai cacat
fisik/rusak/busuk.
b. Kulit
ari kedelai yang berasal dari pengupasan biji kedelai.
2. Limbah padat basah
Limbah padat basah dari proses pembuatan
tahu berupa ampas yang masih mengandung unsur gizi. Dalam keadaan baru, ampas
tahu tidak berbau, bau busuk muncul secara berangsur-angsur sejak 12 (dua
belas) jam sesudah ampas dihasilkan.
3. Limbah
cair
Menurut Sadimin (2007)
limbah cair yang dihasilkan dari usaha pembuatan tahu setiap harinya tidak
kurang dari sepuluh kali volume kedelai yang diproses.
Tabel 1. Limbah cair pabrik tahu per 100
kg bahan baku kedelai
No
|
Proses
|
Kebutuhan air bersih (liter)
|
Limbah Cair
|
Ket
|
1
|
Perendaman
|
250
|
200
|
Sifat limbah
|
2
|
Pencucian
|
400
|
400
|
Tidak Berbahaya
|
3
|
Penggillingan
|
400
|
-
|
-
|
4
|
Perebusan
|
200
|
-
|
-
|
5
|
Penyaringan I
|
200
|
-
|
-
|
6
|
Penggumpalan
|
-
|
-
|
-
|
7
|
Penyaringan II
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Pencetakan
|
-
|
150
|
Suhu Limbah Tinggi Bersifat mencemari
|
9
|
Pemotongan
|
-
|
-
|
-
|
|
Jumlah
|
1450
|
750
|
-
|
Ciri-ciri limbah cair tahu adalah:
a. Limbah
cair tahu keruh dan berwarna kuning muda, keabu-abuan bila dibiarkan akan
berwarna hitam serta berbau busuk
b. Sisa
air tahu tidak menggumpal
c. Sisa
potongan tahu
c.
Bahaya Limbah Tahu
Limbah cair yang
dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami
perubahan fisika, kimia, dan biologi, yang akan menghasilkan zat beracun.
Selain itu juga menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Kuman dapat berupa
kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu itu sendiri
ataupun pada tubuh manusia. Jika dibiarkan air akan berubah warnanya menjadi
coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk dapat mengakibatkan sakit pernapasan.
Jika air limbah merembes ke dalam tanah dekat dengan sumur, maka air sumur
tidak dapat dimanfaatkan. Jika limbah dialirkan
ke sungai akan mencemari sungai, dan
jika masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.
d.
Pemanfaatan Limbah Tahu
Limbah tahu dapat digunakan sebagai:
1. Makanan
ternak
2. Pupuk
organic
3. Bahan
pembuatan Nata de Soya
4. Bahan
pembuatan makanan kecil (castangel, stik tahu)
e.
Penanganan Limbah Tahu
Penanganan limbah tahu
dengan berbagai cara sudah dilakukan baik secara fisika, kimia, maupun biologi.
Penanganan yang dilakukan pada limbah cair tahu dapat dijadikan sebagai bahan
pembuatan Nata de Soya, sehingga limbah cair yang dihasilkan dalam
proses pembuatan tahu tidak dibuang ke lingkungan seperti sungai. Hal ini
mungkin bisa menjadi solusi penanganan limbah cair tahu, sehingga produsen tahu
dapat penghasilan tambahan dari limbah cair tahu.
2.3
Fermentasi
a.
Pengertian
Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara untuk
mengubah substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan
bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman
atau makanan. Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan
sejak lama sejak jaman kuno. Proses fermentasi memerlukan:
1.
Mikroba sebagai inokulum
2.
Tempat (wadah) untuk
menjamin proses fermentasi berlangsungdengan optimal.
3.
Substrat sebagai tempat
tumbuh (medium) dan sumber; nutrisi bagi mikroba (Nur, 2008).
b. Prinsip-prinsip Fermentasi
Agar
fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka harus memperhatikan
faktor-faktor berikut ini:
1.
Aseptis (bebas kontaminan).
2.
Komposisi medium
pertumbuhan.
3.
Penyiapan inokulum.
4.
Kultur.
5.
Tahap produksi akhir
(Waites, 2001).
c. Jenis-jenis Fermentasi
Fermentasi
ada tiga, yaitu:
1.
Fermentasi alkohol
Fermentasi
alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol)
dan karbondioksida. Organisme yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi)
untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras.
Reaksi Kimia: C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 H2O + 2 ATP
2.
Fermentasi asam laktat
Fermentasi
asam laktat adalah respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika
kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat. Di dalam sel
otot asam laktat dapat menyebabkan gejala kram dan kelelahan. Laktat yang
terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri,
namun secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi
piruvat.
Reaksi: C6H12O6
2
Asam Piruvat 2 Asam laktat + 2 ATP
3. Fermentasi
asam cuka
Merupakan suatu contoh
fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. fermentasi ini dilakukan oleh
bakteri asam cuka (Acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi
yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi
alcohol secara anaerob.
Reaksi:
C6H12O6
2C2H5OH
2CH3COOH+H2O+116
kal (glukosa)
2.4 Kacang Tanah
Pembuatan Nata de Soya dari
limbah cair tahu membutuhkan tambahan air rebusan kecambah kacang tanah sebagai
pengganti ZA (Zwavelzure ammoniak) atau Amonium sulfat yang
bertujuan untuk membantu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum atau
sebagai sumber nitrogen untuk bakteri Acetobacter xylinum dalam
menghasilkan Nata. Kacang tanah mengandung lemak (40,50%), protein
(27%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral
antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium, Phospor,
Kalium dan Sulphur (Kemal, 2001). Diharapkan dengan pemberian
tambahan air rebusan kecambah kacang tanah mempengaruhi pembentukan Nata,
protein, ketebalan dan berat Nata dari limbah cair tahu (Fithri, et
al., 2001).
2.5
Mikroorganisme
Mikroorganisme yang
membantu proses pembentukan Nata de Soya adalah Acetobacter xylinum. Bakteri
Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum pada suhu 25°– 30°C. Klasifikasi bakteri Acetobacter xylinum sebagai
berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Alphaproteobacteria
Ordo
: Rhodospirillales
Family
: Acetobacteraceae
Genus
: Acetobacter
Spesies
: Acetobacter xylinum (Nita, 2011)
Ciri-ciri bakteri Acetobacter xylinum
a. Bakteri
gram negatif karena mengandung substansi lipid yang lebih tinggi serta dinding
selnya lebih tipis, lebih rentan pada antibiotic, penghambatan warna basa
kurang dihambat, pertumbuhan nutriennya relatif sederhana dan tahan terhadap
perlakuan fisik.
b.
Bakteri autotrof karena sumber
nutriennya mengandung unsur C,H,O,N
atau
karbohidrat sebagai penyusun protoplasma, Sumber energi untuk pertumbuhannya
memerlukan cahaya, sumber karbon untuk pertumbuhannya membutuhkan CO2.
c. Bersifat
nonmotil atau polar.
d. Reproduksi
dengan cara rekombinasi genetik (Transformasi, Transduksi, Konjugasi) dan
membelah diri (Pembelahan diri secara biner atau langsung).
e. Tidak
membentuk endospora (spora yang berdinding tebal di dalam bakteri).
Golongan
Acetobacter umumnya berperan dalam proses:
a. Membentuk
asam dari pengoksidasian gula yaitu disakaridase spesifik
seperti
sukrosa.
b. Pengoksidasian
etanol
c. Mensistesis
selulosa dari fruktosa
d. Membentuk
asam dari etil alkohol dan propel alkohol
e. Kemampuan
mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan
H2O
f. Memproduksi
kapsul secara berlebih
g. Asam
asetat yang dihasilkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bukan
asidofilik
h. Acetobacter
xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan
bagi manusia seperti pada proses pembuatan Nata (Puji, 2014).
Kemampuan mikroba untuk tumbuh dan tetap
hidup merupakan hal yang penting. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk
mengendalikan hubungan antara mikroba-makanan-manusia. Pertumbuhan diartikan
sebagai penambahan dan dapat dihubungkan dengan penambahan ukuran, jumlah bobot,
masa dan banyak parameter lainnya dari suatu bentuk hidup.
a. Makanan.
Semua mikroorganisme memerlukan zat nutrien sebagai sumber energi, nitrogen
untuk sintesa protein, vitamin dan mineral. Adanya protein, lemak dan
karbohidrat merupakan substrat yang menguntungkan bagi bakteri, baik bagi
golonga pathogen maupun non pathogen. Dari berbagai macam percobaan menunjukkan
bahwa adanya keragaman yang sangat besar dalam hal tipe nutrisi yang dijumpai
di antara bakteri (Michael, 2008).
b. Semua
organisme membutuhkan sumber energi dan karbon. Karbon dioksida maupun karbon
organik diperlukan untuk menghasilkan energy baik berupa gula maupun
karbohidrat lainnya dan mikroorganisme yang mensyaratkan senyawa organik
sebagai sumber karbonnya disebut heterotrof.
c. Semua
organisme membutuhkan nitrogen, baik organisme tingkat tinggi maupun
mikroorganisme mutlak membutuhkan nitrogen. Bakteri dalam memanfaatkan nitrogen
dalam jumlah yang beragam, beberapa tipe menggunakan nitrogen atmosferik,
nitrogen anorganik dan yang lainnya membutuhkan nitrogen dalam bentuk senyawa
nitrogen organik.
d. Semua
makhluk hidup membutuhkan belerang (sulfur) dan fosfor.
e. Semua
organisme membutuhkan beberapa unsur logam, natrium, kalium, kalsium,
magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt untuk pertumbuhan yang
normal.
Selanjutnya bakteri
melakukan metabolisme penyerapan zat
makanan dengan cara:
a. Difusi
Pasif: Nutrient masuk secara konsentrasi gradien yaitu dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah.
b. Difusi
dipercepat: Nutrisi masuk dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dengan
kecepatan lebih tinggi dari difusi pasif karena bantuan enzim permease yaitu
sejenis protein yang terdapat pada membran sel.
c. Transport
aktif: Proses penyerapan zat-zat makanan dari konsentrasi rendah ke kosentrasi
tinggi.
d. Translokasi:
Penyerapan dengan cara komponen yang masuk dari luar sel setelah berada didalam
sel akan diubah menjadi komponen bentuk lain sehingga tidak dapat keluar lagi
melalui membran karena membran menjadi impermeabel.
2.6
Lingkungan
a.
Pengertian
Lingkungan
Lingkungan merupakan
sistem terintegrasi antar komponen abiotik dan biotik yang keduanya berada pada
kondisi hubungan kompensatif dan menghasilkan keharmonisan sistem. Lingkungan merupakan
sistem yang di dalamnya bekerja subsistem-subsistem baik subsistem abiotik
maupun biotik dan berlangsungnya proses alih rupa (transformation) dan
alih tempat (translocation) yang dipicu oleh proses pertukaran energi
dan bahan/materi antar subsistem tersebut.
Subsistem abiotik
meliputi atmosfer, pedhosfer/lithosfer dan hidrosfer, sedangkan subsistem
biotik merupakan semua makhluk hidup atau organisme dengan seluruh bentuk
interaksi yang terjadi (Budiastuti, 2010).
Dalam buku Teologi
Lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011) lingkungan sebagai suatu
keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda (makhluk) hidup dan
benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi secara alami
dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya.
b.
Komponen
lingkungan.
1. Lingkungan
abiotik
Lingkungan abiotik adalah segala benda
mati dan keadaan fisik yang ada di sekitar individu-individu misalnya:
batu-batuan, mineral, udara, unsur-unsur iklim, cuaca, suhu, kelembaban angin, faktor
gaya berat dan lain-lain (fisik) (Budiastuti, 2010). Sedangkan dalam (Ginting,
2007) meliputi BOD, COD, pH (kimia)
2. Lingkungan biotik
Lingkungan biotik adalah segala mahluk
hidup yang ada di sekitar individu baik tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
Tiap unsur ini berinteraksi antar biotik dan juga dengan lingkungan fisik atau
abiotik. Lingkungan biotik meliputi produsen, konsumen, dan dekomposer
(Budiastuti, 2010).
3. Budaya
Budaya adalah suatu tradisi yang
terbentuk karena kebiasaan yang turun temurun. Tradisi berasal dari bahasa
latin tradition, yang berarti kebiasaan atau diteruskan. Pengertian
tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian kehidupan
suatu komunitas atau kelompok masyarakat (Rohadi, 2011)
c.
Macam-macam
lingkungan
1. Lingkungan
Hidup Alami
Lingkungan hidup alami adalah lingkungan
hidup yang belum terkena campur tangan manusia atau mengalami modifikasi oleh
manusia. Dalam lingkungan seperti ini, manusialah yang melakukan adaptasi
sepenuhnya, disesuaikan dengan keadaan alam. Lingkungan yang belum dimodifikasi
oleh manusia itu memiliki kecenderungan mantap dan seimbang.
2. Lingkungan Hidup Binaan
Lingkungan
hidup binaan adalah lingkungan hidup yang dikelola, dimodifikasi, dibentuk dan ditentukan
keadaannya oleh manusia dengan menggunakan daya nalar, akar, budi, ilmu dan teknologi
serta sistem sosial, budaya, dan ekonomi. Tujuan dibentuknya lingkungan hidup
binaan adalah efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan oleh
manusia. Karakteristik dari
lingkungan ini adalah menonjolnya dampak teknologi dan budaya, keadaan
lingkungan cenderung tidak mantap (perlu adanya subsidi energi) akibat adanya
aktivitas manusia, komponen biotik dan nonbiotik cenderung tidak seimbang atau
labil. Contoh lingkungan hidup binaan adalah daerah pertanian, dan peternakan.
3. Lingkungan Hidup Sosial
Lingkungan
hidup sosial merupakan kesatuan ruang dengan sejumlah manusia yang hidup
berkelompok sesuai dengan suatu keteraturan sosial dan kebudayaan bersama.
d.
Pencemaran
lingkungan
1. Pengertian Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan
adalah peristiwa masuknya zat kimia, unsur, energi dan komponen-komponen yang bersifat merugikan
ke dalam lingkungan sebagai akibat perbuatan manusia atau dari alam. Pencemaran
lingkungan salah satunya bersumber dari limbah rumah tangga seperti perumahan,
daerah perdagangan, perkantoran, dan tempat rekreasi (Setyono, 2008).
2.
Macam-macam pencemaran lingkungan
a. Pencemaran air
Air merupakan komponen abiotik yang
mutlak diperlukan oleh semua mahluk hidup, termasuk manusia. Bagi manusia, air
berguna untuk minum, masak dan berbagai jenis kebutuhan lainnya. Namun, air
yang sudah tercampur sudah
tidak layak digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Air tercampur biasanya dapat dilihat dari warnanya yang tidak bening,
berasa, dan berbau. Sumber-sumber pencemaran air dapat berupa limbah industri,
limbah rumah tangga dan limbah pertanian (Sastrawijaya, 2009).
Indikator atau tanda
bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang
dapat diamati melalui:
1. Adanya
perubahan suhu air
2. Adanya
perubahan pH atau kosentrasi ion hidrogen
3. Adanya
perubahan warna, bau dan rasa air
4. Timbulnya
endapan, koloid, bahan larut.
5. Adanya
mikroorganisme
6. Meningkatnya
radiktivitas air lingkungan
b. Pencemaran
udara
Udara terdiri atas
berbagai campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.
Komposisi udara kering yang telah dihilangkan uap airnya relatif lebih konstan.
Tanpa udara, suhu akan mengalami fluktuasi, antara 110oC
pada siang hari dan -185oC pada malam hari
(Sastrawijaya, 2009).
c. Pencemaran
tanah
Tanah merupakan lapisan
kerak bumi yang paling atas, dimana terbentuk dari batu-batuan, mineral serta
makhluk hidup yang telah dihancurkan oleh mikroorganisme dan merupakan
tempat kehidupan tumbuh-tumbuhan yang sangat
dibutuhkan manusia sebagai sumber
makanan, obat-obatan dan lain-lain.
3. Cara
penanggulangan pencemaran lingkungan
Usaha untuk mengurangi
dan menanggulangi pencemaran lingkungan ada dua macam cara utama yaitu:
a) Penanggulangan secara Non-teknis Penanggualangan
pencemaran dengan Non-teknis yaitu: suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan
yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawali segala macam bentuk kegiatan
industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan.
b) Penanggulangan secara teknis
Kriteria yang digunakan dalam memilih
dan menentukan cara yang akan digunakan dalam penanggulangan secara teknis
tergantung pada faktor berikut:
1.Mengutamakan
keselamatan lingkungan
2.Teknologi
telah dikuasai dengan baik
3.Secara
teknis dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan kriteria
dapat diperoleh beberapa cara
dalam hal penanggulangannya secara
teknis, antara lain:
a. Mengubah
proses
b. Mengganti
sumber energi
c. Mengelola
limbah
d. Menambah
alat bantu.
III.
METODE PENELITIAN
3.1
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan
pada bulan November 2016 di Laboratorium
Fakultas Pertanian
3.2
Desain
dan Teknik Penelitian
1. Jenis
Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan percobaan RAL yang
kemudian di analisis dengan ANOVA dan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range
Test) menggunakan program Minitab 13 berdasarkan pendekatan kuantitatifpositivisme,
berdasarkan data yang dikumpulkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Data yang dikumpulkan dinyatakan dalam bentuk nilai absolut
b.
Pada umumnya dilakukan pada penelitian rekayasa
c.
Hasilnya bersifat lebih obyektif (Sukandarrumidi, 2006).
Desain eksperimen adalah serangkaian tes
atau percobaan yang
dilakukan secara berurutan dengan
mengubah-ubah variabel input dalam
suatu proses sehingga dapat melihat dan
mengidentifikasi perubahan yang
terjadi pada variabel output (Montgomery
(2001) dalam Asyia (2012).
2. Alat
Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
b. Gelas
kimia ukuran 1,000 mL
c. Gelas
ukur 500 mL
d. Tabung
Kjeldal
e. Pipet
tetes
f. Timbangan
digital dan analitik
g. Kain
bersih
h. Karet
gelang
i.
Toples dengan volume isi 1,600 mL,
tinggi 12 cm, panjang dan lebar 12
cm
x 4.
j.
Pengaduk
k. Timbangan
digital
l.
Nampan
m. Kertas
label
n. Bolpoint
o. Kertas
p. Kompor
q. pH
meterThermometer
r.
Destruktor
s. Destilator
t.
Tabung destilasi/Labu godok
u. Erlenmayer
50 mL
v. Buret
3. Bahan
Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Limbah
cair tahu yang baru dihasilkan dalam produksi tahu
b. Bakteri
Acetobacter xylinum
c. Air
rebusan kecambah kacang tanah (pengganti ZA atau urea)
d. Gula
pasir 15 gr perulangan
e. Asam
asetat untuk pH 3-4 sebanyak 5-6 mL perulangan
f. H2SO4
pekat
g. Campuran
garam K2SO4
:
CuSO4
(20
: 1)
h. NaOH
45%
i. H3BO3
1%
j. Indikator
campuran (MR dan BCG)
k. HCl
0,1 N
l.
Butir Zn
4. Uraian
Tatalaksana Penelitian
Tatalaksana dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian
b. Membersihkan
alat yang akan digunakan dalam penelitian
c. Mengambil
limbah cair tahu yang baru dihasilkan dari proses pembuatan tahu sebanyak 500
mL untuk masing-masing ulangan dan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan
kotoran-kotoran pada limbah cair tersebut.
d. Limbah
cair tahu tersebut dididihkan diatas kompor sampai mendidih. Hal yang sama
dilakukan pada kecambah kacang tanah
e. Memasukkan
limbah cair tahu yang sudah di didihkan kedalam toples yang sudah dibersihkan
dan dicampur dengan asam cuka, gula, serta air rebusan kecambah kacang tanah
kemudian ditutup rapat menggunakan kain serta diikat dengan karet gelang
f. Menunggu
limbah cair tahu dingin, kira-kira 3-5 jam, kemudian starter bakteri dimasukkan
ke dalam media tersebut
g. Menunggu
masa pembentukan Nata selama kurang lebih 2 minggu atau selama 14 hari
kemudian Nata de Soya di panen
h. Mengukur
ketebalan dan berat Nata yang dihasilkan dari limbah cair tahu tersebut
i.
Menguji kandungan protein Nata de
Soya menggunakan Metode Kjeldhal dengan tiga tahapan, yaitu tahap
destruksi, destilasi dan titrasi.
1.
Tahap destruksi
a. Menimbang
0,2 g bahan dan masukkan dalam tabung Kjeldhal
b. Menambahkan
1 g campuran garam dan 3 ml H2SO4
pekat
lalu memanaskan hingga larutan berwarna kehijauan kemudian mendinginkan serta
menambahkan aquadest sebanyak 50 mL
c. Membuat
blanko penelitian.
2. Tahap
destilasi
a. Memasukkan
larutan hasil destruksi yang sudah diencerkan ke dalam tabung destilasi
b. Menambahkan
larutan hasil destruksi dengan 10 ml NaOH 45% dan 2 butir Zn
c. Memanaskan
larutan dengan menampung H3BO3
1%
dan 2 tetes indikator campuran sehingga memperoleh volume 40 mL.
3. Tahap titrasi
a.
Melakukan titrasi dengan HCL
0,1 N sehingga terjadi perubahan
warna dari biru ke hijau
lalu menjadi kuning. Hasil yang diperoleh pada tahapan akhir metode kjeldhal di
konversikan dengan faktor konversi N beberapa jenis bahan pangan dengan
perhitungan sebagai berikut:
%N = (sampel-blanko) x 0,1 x
14 x100%
100 x berat sampel (mg)
100 + ka
Protein = N x 6,25
Membuat tabel hasil
penelitian
l. Memberikan kesimpulan
pada hasil penelitian mengenai uji kandungan
protein Nata de Soya dari
limbah cair tahu dan air kecambah kacang
tanah dengan menggunakan
bakteri Acetobacter xylinum.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian
ini terdiri dari 3
perlakuan yaitu sebagai berikut:
a. Limbah cair tahu yang baru dihasilkan
(500 mL) + Starter bakteri
Acetobacter xylinum (50
mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah
(100 mL)
b. Limbah cair tahu yang baru dihasilkan
(500 mL) + Stater bakteri
Acetobacter xylinum (100
mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah
(150 mL)
c. Limbah cair tahu yang baru dihasilkan
(500 mL) + Stater bakteri
Acetobacter xylinum (150
mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah
(200 mL).
Setiap perlakuan diulang 5 kali,
sehingga secara keseluruhan berjumlah 15
kali ulangan. Untuk pemanenan dilakukan
setelah 2 minggu.
3.3 Teknik Penambilan Sempel
Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi
dalam penelitian ini adalah (limbah cair industri tahu) yang diperoleh atau dihasilkan
dalam satu kali produksi tahu di Desa Kemantren Kec. Sumber Kabupaten
Sumber
Sedangkan
sampel dalam penelitian ini adalah 7,500 mL limbah cair tahu
yang dihasilkan di wilayah Kelurahan Sumber
3.4
Teknik
Pengumpulan Data
Variabel Penelitian
Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan pada limbah cair tahu menjadi Nata
de Soya dengan menggunakan air rebusan kecambah kacang tanah dan bakteri Acetobacter
xylinum. Sedangkan variabel terikatnya adalah kandungan protein dan
ketebalan serta berat Nata yang dihasilkan.
3.5
Operasionalisasi
Data
1.
Membuat tabel hasil
penelitian
2.
Memberikan kesimpulan pada
hasil penelitian mengenai uji kandungan protein Nata de Soya dari limbah
cair tahu dan air kecambah kacang tanah dengan menggunakan bakteri Acetobacter
Xylinum
Perlakuan yang diberikan pada penelitian
ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu sebagai berikut:
a. Limbah
cair tahu yang baru dihasilkan (500 mL) + Starter bakteri Acetobacter
xylinum (50 mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah (100 mL)
b. Limbah
cair tahu yang baru dihasilkan (500 mL) + Stater bakteri Acetobacter xylinum
(100 mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah (150 mL)
c. Limbah
cair tahu yang baru dihasilkan (500 mL) + Stater bakteri Acetobacter xylinum
(150 mL) + Air rebusan kecambah kacang tanah (200 mL). Setiap perlakuan
diulang 5 kali, sehingga secara keseluruhan berjumlah 15
kali
ulangan. Untuk pemanenan dilakukan setelah 2 minggu.
3.6
Teknik
Pengolahan Data
a. Analisis
Data
Data yang diperoleh
dalam penelitian dihitung secara statistic dengan ANOVA dan jika terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s
Multiple Range Test) dengan menggunakan program Minitab 13. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian kemudian di
deskripsikan sebagaimana adanya (Sugiono, 2012).
Rancangan percobaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu
faktor perlakuan atau tunggal, yaitu 3 perlakuan dengan masing-masing ulangan
yang diberikan pada perlakuan
sebanyak 5 kali ulangan. Jadi total ulangan
dalam penelitian ini adalah 15
kali ulangan dengan 3 kali perlakuan.
Comments
Post a Comment