VII. Keberhasilan Program Perencanaan Pemberdayaan
Masyarakat
Kemiskinan di Indonesia merupakan
persoalan kompleks dan
multidimensional
yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Upaya untuk
mengatasi persoalan kemiskinan merupakan prioritas utama dalam pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi, tetapi pada
kenyataannya, persoalan kemiskinan belum dapat diatasi sepenuhnya, oleh karena
itu diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan- persoalan tersebut
tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi. Golongan masyarakat miskin memerlukan
pemberdayaan untuk menumbuhkan kemandirian, keswadayaan dan partisipasi.
Keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandirian dapat dicapai melalui
proses pemberdayaan masyarakat (Sumodiningrat, 1999).
Pelaksanaan program tersebut diarahkan
untuk melakukan pemberdayaan kepada warga masyarakat kampung (desa) setempat
agar dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan lingkungannya secara
mandiri/berkelanjutan (Suhartini et.al, 2005). Menurut Oakley dan Marsden,
dalam proses pemberdayaan terdapat dua kecenderungan (Prijono dan Pranarka,
1996), yaitu: Pertama, kecenderungan primer, artinya proses pemberdayaan
menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan
atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini
berupaya membangun kemandirian melalui organisasi. Kedua, kecenderungan
sekunder, artinya proses pemberdayaan menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan dan keberdayaan
untuk apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dalam
implementasi program pemberdayaan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
memiliki peran penting untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mengatasi
persoalan kemiskinan. Di Kota Salatiga terdapat sebuah LSM bernama Yayasan
Kristen Trukajaya yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat di
desa-desa dampingan di berbagai daerah, antara lain Kota Salatiga, Kabupaten
Semarang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Batang, dan
beberapa daerah lainnya. Implementasi program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh Trukajaya dapat berdampak pada dua hal, yaitu: Pertama,
masyarakat menjadi bergantung pada program tersebut. Hal tersebut menunjukkan
bahwa ketergantungan adalah budaya, di mana masyarakat terbiasa berada dalam
hirarki, birokrasi dan kontrol manajemen yang tegas, sehingga membuat mereka
terpola dalam berpikir dan berbuat dalam rutinitas (Sumaryadi, 2005). Kedua,
masyarakat menjadi berdaya dan mandiri. Hal tersebut merupakan salah satu
indikator keberhasilan program berdasarkan perspektif pemberdayaan masyarakat,
yaitu meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan
kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya
interaksi kelompok lain di dalam masyarakat (Sumodiningrat, 1999).
Desa Lembu merupakan salah satu desa
yang menjadi perhatian utama
implementasi
program pemberdayaan masyarakat. Trukajaya telah mendampingi
desa
tersebut sejak tahun 2009 dan masih berlangsung hingga saat ini. Dibandingkan
dengan desa-desa dampingan lainnya, desa Lembu termasuk desa dimana Trukajaya
mengalami berbagai persoalan dalam implementasi program pemberdayaan
masyarakat. Hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya. Untuk mengatasi persoalan tersebut
diperlukan evaluasi program untuk mengetahui seberapa jauh program tersebut
dilaksanakan agar dapat mengetahui berbagai kekurangan dan kelebihan dari
program tersebut. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menganalisis keberhasilan
program berdasarkan perspektif pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut bertujuan
untuk mengetahui apakah masyarakat benarbenar menjadi berdaya atau hanya
bergantung pada program pemberdayaan
masyarakat
yang dilaksanakan oleh Trukajaya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana keberhasilan program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
Trukajaya di Desa Lembu dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil
implementasi program tersebut berdasarkan perspektif pemberdayaan masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi keberhasilan program
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya di Desa Lembu dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil implementasi program
tersebut berdasarkan perspektif pemberdayaan masyarakat.
Trukajaya melaksanakan beberapa program
pemberdayaan masyarakat di
Desa
Lembu, antara lain biogas, pertanian organik, gaduhan ternak, pendidikan gender
dan demokratisasi desa. Dalam program-program tersebut terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi implementasi program. Setelah programprogram tersebut
dilaksanakan perlu dilakukan evaluasi program untuk mengetahui keberhasilan
dari implementasi program-program tersebut. Evaluasi
program
dapat dipandang berdasarkan perspektif program dan perspektif pemberdayaan
masyarakat, tetapi penelitian ini lebih menekankan pada perspektif
pemberdayaan
masyarakat. Evaluasi program tersebut bertujuan untuk mengetahui 4 empat hal
utama, yaitu efisiensi, efektivitas, mutu dan kegunaan, untuk mengetahui keberhasilan
dari implementasi program pemberdayaan masyarakat.
7.1 Rencana dan Implementasi Program
Desa Lembu terletak di Kecamatan Bancak,
Kabupaten Semarang. Secara
administratif,
Desa Lembu terdiri dari 7 RW dan 16 RT dengan tujuh dusun yang
terdiri
dari Dusun Bamban, Dusun Kalimacan, Dusun Kendel, Dusun Krajan, Dusun Krempel,
Dusun Melikan dan Dusun Ngebleng. Jumlah penduduk Desa Lembu pada tahun 2013
adalah 2.242 jiwa yang terdiri dari 1.115 laki-laki dan 1.127 perempuan.
Trukajaya melaksanakan beberapa program
pemberdayaan masyarakat di
Desa
Lembu sebagai salah satu desa binaannya, antara lain biogas, pertanian organik,
gaduhan ternak, pendidikan gender dan demokratisasi desa. Sebelum melaksanakan
program-program tersebut, Trukajaya telah menyusun berbagai rencana program.
Program-program tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dengan jangka
waktu dan anggaran tertentu, serta kelompok sasaran yang berasal dari berbagai
kalangan masyarakat. Dalam rencana tersebut, Trukajaya memiliki berbagai tujuan
dari implementasi program-program tersebut. Penduduk Desa Lembu cukup sering
menghadiri kegiatan-kegiatan dalam program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh Trukajaya dan mengetahui keputusan yang dihasilkan, serta
terlibat dalam pengambilan keputusan. Misalnya, Solikhin cukup sering
menghadiri kegiatan penyuluhan dan pelatihan dalam program pertanian organik,
Karjono menyampaikan pendapat mengenai pelatihan pembuatan tempe dan tahu
dengan menggunakan bahan pangan lokal, serta Jarwati cukup sering menghadiri
kegiatan dalam program pendidikan gender. Selain itu, mereka juga merasakan
manfaat dari kegiatankegiatan tersebut. Misalnya, Mukiran merasakan manfaat
dari program biogas yang diperoleh melalui kegiatan pelatihan dan pembangunan
biogas, sehingga membantu memudahkan proses memasak. Menurut Eunike, Trukajaya
sudah tidak mendampingi penduduk dalam program tersebut sejak bulan Desember
2012. Selanjutnya, aplikasi program tersebut diharapkan dilakukan sendiri oleh penduduk,
tetapi terdapat beberapa penduduk yang tidak melakukan aplikasi program
tersebut.
Sejak Trukajaya melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat di Desa Lembu, telah terjadi perkembangan di desa
tersebut. Menurut Solikhin Kemat dan Mukiran (terkait dengan program biogas),
sebelum Trukajaya melaksanakan program tersebut, penduduk Desa Lembu
menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak, tetapi setelah
Trukajaya melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di Desa Lembu,
masyarakat dapat menghemat tenaga dan biaya melalui program biogas dan gaduhan
ternak. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan program pertanian organik juga
membantu penduduk untuk beralih dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik.
Program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh Trukajaya memberikan beberapa manfaat bagi penduduk Desa
Lembu, antara lain: Pertama, program tersebut dapat meringankan beban hidup
masyarakat dan membuat kehidupan menjadi lebih maju. Kedua, program tersebut
dapat menambah pengalaman, wawasan dan SDM masyarakat. Ketiga, program tersebut
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan modal desa. Keempat, program
tersebut dapat menghemat pengeluaran dan tenaga. Beberapa penduduk Desa Lembu
yang menjadi sasaran program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
Trukajaya merasa cukup puas dengan hasil dari program tersebut karena program
tersebut telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun
demikian, ada beberapa penduduk yang merasa kurang puas dengan hasil dari
program tersebut. Menurut Karjono, Trukajaya cenderung bersikap kurang terbuka
terhadap penduduk Desa Lembu, sehingga program pemberdayaan masyarakat, seperti
pertanian organik, pendidikan gender dan demokratisasi desa, hanya diikuti oleh
orang-orang tertentu.
Bantuan
berupa uang dan peralatan yang ditujukan untuk dapat merata tidak dilakukan.
Pada kenyataannya, sesuatu yang ada uangnya telah dikuasai oleh orangorang tersebut.
Misalnya, kacang tanah dengan anggaran sebesar Rp 500.000 diambil oleh Jarwati,
sedangkan dia telah memiliki lahan dan kacang tanah sendiri. Walaupun tidak ada
Trukajaya, dia juga menanam, tetapi ketika diberi bantuan uang, dia menggunakan
bantuan tersebut untuk hal-hal yang lain. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan
dan ketidakpedulian dari penduduk yang lain terhadap program tersebut.15 Menurut Eunike, Trukajaya
telah mensosialisasikan program di Balai Desa Lembu kepada perangkat desa dan
perwakilan penduduk, hanya saja perangkat desa tidak menyampaikan hal tersebut
kepada penduduk secara keseluruhan. Hal tersebut juga terjadi karena informasi
yang tidak jelas antar penduduk.
Menurut Widodo, program biogas pada
awalnya dilaksanakan dengan membangun biogas jenis bis beton dan geomembrane
yang mengalami kegagalan dan tidak bermanfaat bagi masyarakat. Kegagalan
tersebut terjadi karena gas yang
dihasilkan
cepat habis. Trukajaya kemudian membangun biogas jenis fixed dome yang berfungsi dengan baik dan bermanfaat
bagi masyarakat karena membantu masyarakat memudahkan proses memasak dan
menghemat biaya listrik. Selain itu, Trukajaya telah mengupayakan pelatihan
produksi dan penjualan makanan, tetapi cara-cara membuat makanan yang telah
diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik, padahal Trukajaya telah memberikan
bantuan berupa uang dan peralatan, sehingga usaha penduduk tidak berkembang.
Hal tersebut disebabkan oleh penduduk yang menggunakan bantuan tersebut untuk
keperluan yang lain karena keterbatasan dana untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari, sehingga menghambat produksi dan penjualan makanan.
7.2 Evaluasi Keberhasilan Program
a) Berkurangnya
Jumlah Penduduk Miskin
Menurut Schiller kemiskinan merupakan ketidaksanggupan
untuk mendapatkan barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial
yang terbatas (Ala, 1981). Program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan
oleh Trukajaya merupakan salah satu upaya untuk mengatasi persoalan kemiskinan
di Desa Lembu. Program tersebut membantu penduduk untuk menghemat pengeluaran
melalui program biogas yang membantu penduduk untuk memproduksi listrik dan
gaduhan ternak yang membantu penduduk untuk menggunakan kotoran ternak sebagai
pupuk dan tidak menggunakan pupuk kimia.18 Selain itu, program tersebut juga
membantu penduduk untuk meningkatkan pendapatan melalui produksi dan penjualan makanan
yang diperoleh dari bantuan Trukajaya.19Hal tersebut menunjukkan bahwa program
tersebut berperan dalam mengatasi persoalan kemiskinan di Desa Lembu, tetapi
program tersebut belum sepenuhnya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di
desa tersebut. Di beberapa dusun, jumlah penduduk miskin bahkan mengalami
peningkatan.
Jumlah penduduk miskin di Desa Lembu
yang menjadi sasaran program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
Trukajaya secara keseluruhan berkurang, tetapi hal tersebut berbeda dengan
jumlah penduduk miskin di masing-masing dusun yang menjadi wilayah implementasi
program tersebut. Di Dusun Bamban, Dusun Kalimacan dan Dusun Krajan, jumlah penduduk
miskin meningkat, sedangkan di Dusun Kendel dan Dusun Ngebleng, jumlah penduduk
miskin berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari
program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya maupun
pemerintah. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan oleh faktor-faktor lain,
baik dari penduduk maupun wilayah dusun-dusun tersebut.
Meningkatnya jumlah penduduk miskin di
Dusun Bamban, Dusun Kalimacan dan Dusun Krajan disebabkan oleh implementasi
program yang tidak merata yang disebabkan oleh sedikitnya jumlah penduduk yang
mengikuti program tersebut dan kekeringan yang terjadi di wilayah dusun-dusun
tersebut, sedangkan berkurangnya jumlah penduduk miskin di Dusun Kendel dan
Dusun Ngebleng disebabkan oleh banyaknya penduduk yang merantau dan memperoleh pekerjaan
di wilayah lain. Selain program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh
Trukajaya juga terdapat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Pedesaan yang dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi
program-program
tersebut lebih cenderung ditujukan pada pembangunan fisik desa.
b) Berkembangnya
Usaha Peningkatan Pendapatan yang Dilakukan oleh
Penduduk Miskin
Salah satu indikator keberhasilan
program pemberdayaan masyarakat adalah berkembangnya usaha peningkatan
pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya
yang tersedia (Sumodiningrat, 1999). Sejak Trukajaya melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat di Desa Lembu, telah terjadi perkembangan di desa
tersebut. Menurut Solikhin Kemat dan Mukiran, sebelum Trukajaya melaksanakan program
biogas, penduduk Desa Lembu menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk
memasak. Penduduk memerlukan tenaga dan biaya yang lebih besar untuk proses
memasak, tetapi setelah Trukajaya melaksanakan program biogas di Desa Lembu,
masyarakat dapat menghemat tenaga dan biaya. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan
program pertanian organik juga membantu penduduk untuk beralih dari penggunaan
pupuk kimia ke pupuk organik.21 Selain itu, menurut Mugiono, bantuan bibit dan
penyuluhan keterampilan juga menambah pengalaman penduduk dan membantu penduduk
untuk mengembangkan usaha.
Menurut Widodo, Trukajaya telah
memberikan bantuan berupa uang dan peralatan kepada penduduk untuk produksi dan
penjualan makanan dengan memanfaatkan sumber pangan lokal kepada penduduk.
Seharusnya bantuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan,
tetapi pada kenyataannya bantuan tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga
produksi dan penjualan makanan tidak dapat berkembang. Hal tersebut disebabkan
oleh penduduk yang menggunakan bantuan tersebut untuk keperluan yang lain
karena keterbatasan dana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga
menghambat produksi dan penjualan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah
terjadi usaha peningkatan pendapatan, walaupun usaha tersebut belum dapat
berkembang.
c) Meningkatnya
Kepedulian Masyarakat terhadap Upaya Peningkatan
Kesejahteraan
Keluarga Miskin di Lingkungannya
Menurut Rubin, pemberdayaan masyarakat
selalu melibatkan partisipasi masyarakat, baik dalam perencanaan maupun dalam
pelaksanaan yang dilakukan (Sumaryadi, 2005).Program pemberdayaan masyarakat
yang dilaksanakan oleh Trukajaya direncanakan dan dilaksanakan bersama dengan penduduk
Desa Lembu sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di
desa tersebut. Setelah program tersebut direncanakan, Trukajaya melakukan
sosialisasi dan musyawarah bersama dengan masyarakat sebelum program tersebut dilaksanakan.
Program tersebut kemudian dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang
melibatkan masyarakat. Sebagian besar dari masyarakat tersebut cukup sering
menghadiri kegiatan-kegiatan tersebut dan mengetahui keputusan yang dihasilkan,
serta terlibat dalam
pengambilan
keputusan. Selain itu, penduduk Desa Lembu juga mengawasi implementasi program
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya. Misalnya, Widodo dan
Karjono yang menyampaikan berbagai informasi dalam wawancara yang telah
dilakukan dalam penelitian ini mengenai
implementasi
program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya di Desa Lembu
sebagai masukan bagi Trukajaya agar dapat melaksanakan program tersebut dengan
lebih baik di masa mendatang.24 Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk Desa
Lembu memiliki kepedulian/partisipasi yang cukup tinggi terhadap upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
d) Meningkatnya
Kemandirian Kelompok
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian masyarakat
merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan
kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat
demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan
daya/kemampuan yang dimiliki (Sulistiyani, 2004). Menurut Widodo, Trukajaya
telah mengupayakan pelatihan produksi dan penjualan makanan, tetapi cara-cara pembuatan
makanan yang telah diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk,
sehingga usaha penduduk tidak berkembang, padahal Trukajaya telah memberikan
bantuan berupa uang dan peralatan. Hal tersebut disebabkan oleh penduduk yang
menggunakan bantuan tersebut untuk keperluan yang lain karena keterbatasan dana
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga menghambat produksi dan
penjualan makanan.25 Selain itu, menurut Karjono, Trukajaya bersikap kurang
terbuka terhadap penduduk Desa Lembu, sehingga program pemberdayaan masyarakat,
seperti pertanian organik, pendidikan gender dan demokratisasi desa, hanya
diikuti oleh orang-orang tertentu yang sudah kenal baik dengan Trukajaya.
Bantuan berupa uang dan peralatan yang ditujukan untuk dapat merata tidak
dilakukan. Pada kenyataannya, sesuatu yang ada uangnya telah dikuasai oleh
orang-orang tertentu. Trukajaya hanya memberikan bantuan tersebut di satu titik
dan hanya orang-orang tersebut yang mengambil karena jika tidak ada yang
mengambil, maka bantuan tersebut tidak ada yang menggunakan. Hal tersebut
menyebabkan munculnya dominasi terhadap program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh Trukajaya, di mana hanya orang-orang tertentu yang menjadi
sasaran dari program tersebut, sehingga implementasi program tersebut menjadi
tidak merata karena tidak dapat menjangkau penduduk miskin di Desa Lembu secara
keseluruhan, mengingat sasaran dari program pemberdayaan masyarakat adalah
penduduk miskin. Dominasi tersebut menimbulkan kesenjangan dan ketidakpedulian
dari penduduk lain terhadap program tersebut. Menurut Eunike, Trukajaya telah
mensosialisasikan program di Balai Desa Lembu kepada perangkat desa dan
perwakilan penduduk, hanya saja menurutnya, perangkat desa tidak menyampaikan
hal tersebut kepada penduduk secara keseluruhan. Hal tersebut juga terjadi
karena informasi yang tidak jelas antarpenduduk. Ketika di satu dusun tidak ada
penduduk yang tertarik dengan program pemberdayaan masyarakat, Trukajaya
melaksanakan program tersebut di dusun lain di Desa Lembu. Jadi, dalam hal ini
persoalannya terletak pada komunikasi antara perangkat desa dengan penduduk, di
mana perangkat desa tidak menyampaikan sosialisasi yang telah dilakukan oleh
Trukajaya kepada penduduk, sehingga hanya orang-orang dalam lingkup perangkat
desa tersebut yang mengetahui informasi mengenai program pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan oleh Trukajaya.
e) Meningkatnya
Kapasitas Masyarakat dan Pemerataan Pendapatan
Salah satu indikator keberhasilan
program pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dan
pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin
yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasar (Sumodiningrat,
1999). Menurut Widodo, produksi dan penjualan makanan yang dibantu oleh
Trukajaya berupa uang dan peralatan kepada penduduk Desa Lembu seharusnya dapat
meningkatkan pendapatan keluarga miskin, tetapi usaha tersebut kurang maksimal
karena penduduk tidak memanfaatkan bantuan tersebut dengan baik. Hal itu
dikarenakan, penduduk yang menggunakan bantuan tersebut untuk keperluan yang
lain karena keterbatasan dana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga
menghambat produksi dan penjualan makanan.
Walaupun
demikian, menurut Karjono dan Jarwati, program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh Trukajaya di Desa Lembu dapat menambah pengalaman dan wawasan
masyarakat melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang dilaksanakan
melalui program pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut dapat menjadi modal bagi
penduduk Desa Lembu dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasar.
Selain itu, menurut Solikhin, Jarwati
dan Tri, program tersebut juga meringankan beban hidup masyarakat dan membuat
kehidupan menjadi lebih maju, serta menghemat pengeluaran dan tenaga melalui
program biogas yang membantu penduduk untuk memudahkan proses memasak, pertanian
organik yang membantu dalam penggunaan pupuk organik, serta gaduhan ternak yang
membantu penduduk untuk menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk dan tidak
menggunakan pupuk kimia.
VIII. Legitimasi Perencanaan Program Pemberdayaan
Masyarakat
8.1 Pengertian Legitimasi
Legitimasi adalah penerimaan
dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat
dan melaksanakan keputusan politik.
Antara kekuasaan normatif dan kualitas pribadi
berkaitan erat dengan legitimasi karena kekuasan timbul atas dasar persetujuan
yang dipengaruhi. Perbedaan dari ketiganya yaitu, kekuasaan adalah penggunaan
sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan
politik, sedangkan kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan melaksanakan
keputusan politik (bersifat top down), adapun legitimasi adalah pengakuan dan
penerimaan kepada pemimpin (bersifat bottom up). Dan persamaan antara
kekuasaan, kewenangan dan legitimasi karena ketiganya menyangkut hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin atau masyarakat.
1.
Objek legitimasi
Menurut Andrain ada tiga objek dalam sistem
politik yang memerlukan legitimasi agar agar sistem politik tetap berlangsung
dan fungsionl, yaitu:
a.
Masyarakat politik – krisis
identitas
b.
Hukum – krisis konstitusi
c.
lembaga politik – krisis
kelembagaan
d.
pemimpin politik – krisis
kepemimpinan
e.
kebijakan – krisis kebijakan
Krisis ini terjadi secara berurutan ketika
krisis tersebut sudah mencapai krisis kebijakan maka krisis identitas, krisis
konstitusi, krisis kelembagaan dan krisis kepemimpinan sebenarnya sudah
terlewati. Apabila semuanya sudah mengalami krisis disebutlah krisis
legitimasi.
2.
Kadar legitimasi
Berdasarkan jumlah dukungan, maka kewenangan di
kelompokkan menjadi:
a.
Pra legitimasi, berada dalam
pemerintahan yang baru terbentuk yaitu pihak yang memerintah yakin memiliki hak
moral tetapi sebagian kelompok masyarakat belum mengakui hak moral tersebut.
b.
Berlegitimasi, yaitu ketika
pemerintah bisa meyakinkan masyarakat dan masyarakat mau menerima dan
mengakuinya.
c.
Tak berlegitimasi, ketika pemimpin
atau pemerintah gagal mendapat pengakuan dari masyarakat tetapi pemimpin
tersebut tetap mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara, termasuk
kekerasan.
d.
Pasca legitimasi, yaitu dasar
legitimasi yang lama tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat sehingga muncul
dasar legitimasi baru.
3.
Cara mendapat legitimasi
a.
Cara – cara yang digunakan untuk mendapatkan
dan mempertahankan legitimasi adalah :
1)
Simbolis yaitu memanipulasi
kecenderungan moral, emosional, tradisi, kepercayaan yang dilakukan secara
ritualistik, sakral, retorik , dan mercusuar seperti upacara kenegaraan, parade
tentara atau pemberian penghargaan.
2)
Materiil/instumental yaitu
menjanjikan dan memberikan kesejahteraan masyarakat, seperti menjamin kebutuhan
dasar masyarakat (basic needs), pendidikan, kesehatan dll.
3)
Prosedural, misalnya:
penyelengaraan Pemilu.
4.
Tipe legitimasi
Berdasarkan
prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi
dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu :
a)
Legitimasi Tradisional yaitu
legitimasi yang diperoleh berdasarkan keturunan pemimpin darah biru.
b)
Legitimasi Ideologi yaitu pemimpin
dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi.
c)
Legitimasi Kualitas pribadi,
misalnya pemimpin yang dilihat dari kharisma, penampilan pribadi, atau
prestasi.
d)
Legitimasi Prosedural yaitu
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
e)
Legitimasi Instrumental yaitu legitimasi
yang menjanjikan dan menjamin kesejahteraan materiil.
Pemimpin yang mendapatkan legitimasi
berdasarkan prinsip tradisional, ideologi dan kualitas pribadi menggunakan
metode simbolis. Sedangkan pemimpin hasil dari prinsip prosedural dan
instrumental menggunakan metode prosedural dan metode intrumental.
5.
Manfaat legitimasi
Legitimasi menciptakan stabilitas politik dan
perubahan sosial, dengan adanya legitimasi dari masyarakat untuk mengatasi
suatu masalah lebih cepat serta pengakuan dan dukungan dari masyarakat akan
mengurangi penggunaan sarana kekerasan fisik.
Legitimasi akan memperluas bidang kesejahteraan
atau meningkatkan kualitas kesejahteraan.
6.
Krisis legitimasi
Krisis legitimasi terjadi apabila pengakuan dan
dukungan kepada pemerintah yang memudar. Empat sebab krisis legitimasi menurut
Lucyan Pye :
a.
Peralihan prinsip kewenangan
b.
Persaingan yang tajam dan tidak
sehat tetapi juga tidak disalurkan pada prosedur yang berlaku sehingga terjadi
perpecahan dalam pemerintahan.
c.
Pemerintah tidak mampu memenuhi
janjinya sehingga timbul kekecewaan pada masyarakat.
d.
Sosialisasi kewenangan mengalami
perubahan.
Krisis legitimasi semakin parah ketika pihak
yang berwenang tidak tanggap atas perubahan sikap terhadap kewenangan dalam
masyarakat.
8.2 Kebijakan Pemberdayaan
Gagasan pemberdayaan berangkat dari
realitas obyektif yang merujuk pada kondisi struktural yang timpang dari sisi
alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumberdaya masyarakat. Pemberdayaan
sebenarnya merupakan sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan
menurut cara pandang developmentalisme/modernisasi.
Adapun kebijakan-kebijakan tentang
pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Kebijakan Pemerintah tentang
pemberdayaan masyarakat secara tegas tertuang didalam GBHN Tahun 1999, serta
Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Didalam GBHN
Tahun 1999, khususnya didalam “Arah Kebijakan Pembangunan Daerah”, antara lain
dinyatakan “mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung
jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik,
lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat,
serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah NKRI “.
2) Sedangkan didalam Undang-undang. Nomor:
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, antara lain ditegas-kan bahwa “Hal-hal
yang mendasar dalam Undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas, serta meningkatkan
peran serta masyarakat “.
3) Mencermati rumusan kebijakan Pemerintah
didalam dua dokumen kebijakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa “kebijakan
pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan
otonomi daerah”. Setiap upaya yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat akan secara langsung mendukung upaya pemantapan dan penguatan
otonomi daerah, dan setiap upaya yang dilakukan dalam rangka pemantapan dan
penguatan otonomi daerah akan memberikan dampak terhadap upaya pemberdayaan
masyarakat.
4) Dalam Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan Program
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat
adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan
organisasi masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan
sosial masyarakat, peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu
masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik”.
5) Dalam rangka mengemban tugas dalam
bidang pemberdayaan masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat telah menetapkan
visi, misi, kebijakan, strategi dan program pemberdayaan masyarakat.
8.3 Perencanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan
oleh banyak elemen: Pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
pers, partai politik, lembaga donor, aktoraktor masyarakat sipil, atau oleh
organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi Pemerintah tentu saja sangat
strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang luar biasa
ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk
membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan
lain-lain.
Proses pemberdayaan bisa berlangsung
lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut
membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya
dan menghormati (Sutoro Eko, 2002) Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi
yang berbeda dengan pembinaan.
Pemberdayaan berangkat dari asumsi
hubungan yang setara antar semua elemen masyarakat dan negara. Para ahli
mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya bahwa “kecil itu indah”, bahwa
setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu dibangkitkan dan dihargai. Kalau
konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip kearifan semua orang itu.
Dalam konteks pemberdayaan, semua
unsur (pejabat, perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol,
ormas, LSM, pengusaha, ulama, mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam
posisi setara, yang tumbuh bersama melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing
elemen harus memahami dan menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain.
Perberdayaan tersebut dimaksudkan agar
masing-masing unsur semakin meningkat kemampuannya, semakin kuat, semakin
mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa mengganggu peran yang
lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbedabeda tersebut
tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan kerjasama, sehingga
bisa terjalin kerjasama yang baik.
Menurut (Suharto, 2006:68)
prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Pemberdayaan adalah proses kolaboratif.
Oleh karena itu harus ada kerjasama sebagai patner.
2) Proses pemberdayaan menempatkan
masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.
3) Masyarakat harus melihat diri mereka
sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan.
4) Kompetensi diperoleh dan dipertajam
melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu
pada masyarakat.
5) Solusi-solusi yang berasal dari situasi
khusus, hasus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari
faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut.
6) Jaringan-jaringan sosial informal
merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan
meningkatkan kompetensi serta kemampuan untuk mengendalikan seseorang.
7) Masyarakat harus berpartisipasi dalam
memberdayakan diri mereka sendiri, tujuan, cara dan hasilmharus dirumuskan oleh
mereka sendiri.
8) Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam
pemberdayaan, karena pengetahuan dan mobilisasi tindakan bagi perubahan.
9) Pemberdayaan melibatkan akses terhadap
sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara
efektif.
10) Proses pemberdayaan bersifat dinamis,
sinergis, dinamis, evolutif, dikarenakan permasalahan selalu memiliki beragam
solusi.
IX. Tahapan
Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
9.1 Seleksi lokasi
Seleksi lokasi
dilakukan untuk menentukan tempat atau wilayah pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat yang diinginkan. Pemilihan lokasi dilakukan sesuai dengan kriteria
yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait dan Masyarakat. Misalnya:
a. Kesediaan masyarakat menerima kegiatan non-fisik
b.
Tidak terlalu
banyak kegiatan keproyekan lain
c.
Adanya masyarakat yang terpinggirkan
d.
Dukungan dari
aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat
e.
Lokasi
terjangkau,sesuai kemampuan dan sarana.
Penetapan
kriteria ini penting agar tujuan lembaga dalam Pemberdayaan Masyarakat akan
tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin. Bisa saja suatu
desa terlalu luas untuk menerapkan Pemberdayaan Masyarakat secara menyeluruh
sehingga Pemberdayaan Masyarakat dilaksanakan misalnya dalam salah satu dusun.
9.2
Sosialisasi pemberdayaan masyarakat
Sosialisasi PM
dilakukan untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat untuk
meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses
sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan
terlibat di dalam program.
Tahapan dan
metode dalam proses sosialisasi meliputi: Pertemuan formal dengan Aparat Desa
dan tokoh-tokoh masyarakat, Menyepakati wilayah kerja (dusun), Pertemuan formal
dengan masyarakat, Pertemuan informal dengan masyarakat: kunjungan rumah,
diskusi kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat (sosial, agama,
lapangan)
Hal – hal yang
perlu disosialisasikan misalnya: Penjelasan tujuan, manfaat, sasaran PM,
Prinsip-prinsip PM (termasuk prinsip non-fisik), Penjelasan kelompok sasaran
(pria, wanita, pemuda dan lain-lain), Umpan balik masyarakat terhadap semua
aspek di atas. Materi dan media yang dapat
dimanfaatkan dalam sosialisasi diantaranya: Brosur, Film(video), Poster ,Buku
dll.
9.3 Proses
pemberdayaan masyarakat
a.
Kajian
keadaan pedesaan partisipatif
Kajian Keadaan Pedesaan
Partisipatif dimaksudkan agar masyarakat mampu dan percaya diri dalam
mengidentifikasi serta menganalisa keadaannya, baik potensi maupun
permasalahannya. Selain itu tahap ini dimaksudkan untuk mendapat
gambaran mengenai aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat serta sumber
daya alam dan sumber daya manusia. Gambaran ini
akan memberikan dasar untuk penyusunan rencana kegiatan pengembangan.
b.
Pengembangan
kelompok
Pengembangan kelompok dilakukan
dengan memfokuskan kegiatan pada masyarakat yang benar-benar tertarik dan
berminat untuk melakukan kegiatan bersama. Dalam hal ini perlu diperhatikan
keterlibatan perempuan serta yang terabaikan lain. Kegiatan bersama ini dapat berbentuk suatu kelompok yang lengkap dengan
kepengurusan dan aturan. Pembentukan
berdasarkan kemauan masyarakat dan bisa terjadi pada saat pelaksanaan Kajian
Keadaan Pedesaan Partisipatif maupun sesudahnya. Berkaitan dengan Pemberdayaan
Masyarakat untuk memandirikan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, maka
arah pendampingan kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar benar-benar
mampu mengelola sendiri kegiatannya.
c.
Penyusunan Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan
Penyusunan rencana kelompok
dimaksudkan agar kelompok dan anggotanya mampu mengembangkan dan melaksanakan
rencana kegiatan yang konkrit dan realistis. Dasar penyusunan adalah potensi
dan masalah-masalah yang sudah teridenitfikasi dalam Kajian Keadaan Pedesaan
Partisipatif dan tujuan kelompok yang sudah ditentukan. Dalam penyusunan
rencana dan pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi, bukan hanya
pengurus, tetapi seluruh anggota kelompok berperan serta.
d.
Monitoring
dan Evaluasi Partisipatif (M&EP)
Monitoring dan Evaluasi Partisipatif bukanlah suatu
kegiatan khusus, tetapi dilaksanakan secara mendalam pada semua tahap. agar
proses Pemberdayaan Masyarakat berjalan dengan baik dan tujuannya akan
tercapai. M&EP dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam PM di mana
intinya adalah peran masyarakat sebagai pelaku utama. M&EP adalah suatu
proses penilaian, pengkajian dan pemantauan kegiatan PM, baik prosesnya
(pelaksanaan) maupun hasil dan dampaknya agar dapat disusun proses perbaikan
kalau diperlukan.
9.4 Pemandirian Masyarakat
Proses
Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran terus-menerus bagi
masyarakat dengan tujuan kemandirian masyarakat dalam upaya-upaya peningkatan
taraf hidupnya. Yang perlu diperhatikan adalah masyarakat dari awal proses sadar
bahwa hal ini akan terjadi.
Comments
Post a Comment